Jumat, 09 Agustus 2013

Nama Lengkap : Basuki Tjahaja Purnama
Alias : Ahok | Basuki Tjahaja | Basuki T Purnama
Profesi : Wagub
Agama : Kristen
Tempat Lahir : Manggar, Bangka Belitung
Tanggal Lahir : Rabu, 29 Juni 1966
Zodiac : Cancer
Hobby : Menulis
Warga Negara : Indonesia
Istri : Veronica

BIOGRAFI

Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab dengan nama Ahok adalah politikus asal Belitung. Dia menjadi pasangan Jokowi dalam Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012. Pada pemilu tahun 2012, Jokowi dan Ahok terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Bupati Belitung Timur menggantikan Usman Saleh.

Ahok lahir di Belitung pada tanggal 29 Juni 1966. Dia adalah anak pertama dari pasangan Indra Tjahaja Purnama dan Buniarti Ningsing yang merupakan keturunan Tionghoa-Indonesia. Bersama dengan ketiga adiknya, Ahok menghabiskan masa kecilnya di Desa gantung, Belitung Timur, hingga tamat sekolah menengah pertama. Setelah itu, Ahok hijrah ke Jakarta untuk meneruskan pendidikannya.

Di Jakarta, Ahok menimba Ilmu di Universitas Trisakti dengan mengambil Jurusan Teknik Geologi di Fakultas Teknik Mineral. Setelah lulus dan mendapatkan gelar Insinyur Geologi, pada tahun 1989 Ahok kembali ke Belitung dan mendirikan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah.

Dua tahun kemudian, Ahok melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya. Setelah mendapatkan gelar MAgister Manajemen, dia kemudian bernaung di bawah PT Simaxindo Primadaya dengan menjabat sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek.

Dengan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya bekerja, Ahok mendirikan PT Nurindra Ekapersada, yang merupakan awal perjalanan dari Gravel Pack Sand (GPS). Setelah berhenti bekerja untuk PT Simaxindo, Ahok mendirikan pabrik pengolahan asir kuarsa pertama di Belitung, yang berlokasi di Dusun Burung Mandi. Perusahaan tersebut dia dirikan dengan mengadopsi dan mengadaptasi teknologi Amerika Serikat dan Jerman. Bersama dengan berkembangnya pabrik tersebut, kawasan industri dan pelabuhan samudra berkembang. Kawasan tersebut sekarang dikenal dengan nama Kawasan Industri Air Kelik (KIAK).

Kemudian, pada tahun 2004, Ahok berhasil meyakinkan seorang investor Korea untuk membangun Tin Smelter atau peleburan bijih timah di KIAK.

Pada tahun itu juga, Ahok mulai bergabung dengan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB), dan ditunjuk sebagai ketua DPC PIB Kabupaten Belitung. Pada Pemilu 2004, dia terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung hingga tahun 2009.

Satu tahun kemudian, setelah mengantongi 37% lebih suara rakyat, Ahok menjabat sebagai Bupati Belitung Timur. Dalam pemerintahannya, Ahok membebaskan biaya kesehatan kepada seluruh warga tanpa kecuali. Namun, pada 22 Desember 2006, Ahok resmi mengundurkan diri dari pemerintahan dan menyerahkan jabatan tersebut kepada wakilnya, Khairul Effendi.

Pada tahun 2007, Ahok mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur Bangka Belitung. Pada saat itu, dia mendapatkan dukungan penuh dari Abdurrahman Wahid. Namun, dia kalah dengan Eko Maulana Ali. Tahun ini juga, Ahok mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi. program pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi Belitung Timur juga berhasil mengantarkan Ahok untuk meraih penghargaan tersebut.

Kemudian, pada tahun 2008, Ahok meluncurkan sebuah buku berjudul "Merubah Indonesia". Ahok adalah seorang ayah dari Nicholas, Natania, dan Daud Albeenner, dan seorang suami bagi seorang wanita asal Medan, Veronica.

Sebagai wakil gubernur DKI, Ahok Ahok juga sudah mempunyai rencana akan membenahi sistem transportasi dengan memperbanyak jumlah busway sampai seribu unit yang diperuntukkan khusus bagi orang cacat, anak-anak dan perempuan. Bahkan monorel serta kereta gratis yang menghubungkan Blok M sampai Monas juga akan diadakan. Meski menjadi orang nomor dua di ibukota dia tetap tampil sederhana. Ahok mengaku tidak pernah pusing memikirkan pakaian dan sepatu yang dipakainya hanya itu-itu saja setiap waktu.

Oleh Nastiti Primadyastuti.

PENDIDIKAN

  • Program Pasca Sarjana Manajemen Keuangan di Sekolah Tinggi.
  • Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta, 1994.
  • Sarjana Teknik Geologi di Universitas Trisakti Jakarta, 1990.
  • SMA III PSKD Jakarta, 1984.
  • SMP No. 1 Gantung, Belitung Timur, 1981.
  • SDN No. 3 Gantung, Belitung Timur, 1977.
  • KARIR
  • Anggota Komisi II DPR RI, 2009 - 2014.
  • Direktur Eksekutif Center for Democracy and Transparency (CDT.3.1).
  • Bupati Belitung Timur, 2005 - 2006.
  • Anggota DPRD Belitung Timur bidang Komisi Anggaran, 2005 - 2006.
  • Asisten Presiden Direktur bidang analisa biaya dan keuangan PT. Simaxindo Primadaya, Jakarta, 1994 - 1995.
  • Direktur PT. Nurindra Ekapersada, Belitung Timur, 1992 - 2005.
  • Wakil Gubernur DKI Jakarta (2012)


Organisasi:

Ketua Dewan Yayasan Sosial dan Agama di Jakarta.

PENGHARGAAN

  • Tokoh Anti Korupsi dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan (KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Masyarakat Transparansi Indonesia), 2007.
  • Salah satu dari 10 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Majalah Tempo, 2006.
  • Gold Pin, Fordeka (Forum Demokrasi), 29 Oktober 2006.


SOCIAL MEDIA



Jokowi - Ahok sebagai Fenomena

Jika kita menghendaki gebrakan-gebrakan yang dilontarkan Jokowi dan Ahok menjadi fenomena yang menasional, kita tidak mungkin hanya mengharapkan pada Jokowi - Ahok dengan menobatkan mereka sebagai pucuk pimpinan tertinggi Indonesia. Sebuah harapan yang tidak rasionil dan berlebihan. Terkesan cari gampang dan enaknya sendiri.

Perubahan birokrasi, pemerintahan, mekanisme sistem sosial, politik dan budaya terlalu kompleks, rumit dan multidimensi untuk diselesaikan dalam waktu singkat. Apalagi hanya menggantungkan pada seorang pimpinan dan wakilnya. Kita bersikap amat tidak adil pada pimpinan dengan menaruh beban terlalu berat pada pundak mereka.

Perlu kesadaran bersama bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi - Ahok adalah fenomena baru di kepemimpinan birokrasi perpolitikan Indonesia. Apa yang dilakukan Jokowi - Ahok sebenarnya bukan hal baru, cuma saja mereka berdua memang melawan kecenderungan umum sehingga nampak lain dan baru.

Kita seharusnya bertanya, kenapa kepemimpinan Jokowi telah menarik dan membuat kita tercengang? Apakah kita selama ini terlalu masa bodoh dengan dinamika kehidupan kepemimpinan birokrasi pemerintah? Sudah berapa lama kita tertidur dan tidak menyadari kepemimpinan ala Jokowi ini sebenarnya amat kita butuhkan buat Indonesia? Kenapa kita selama ini diam saja dengan keadaan kehidupan politik nasional dan pola kepemimpinan yang ada di Indonesia?

Jokowi - Ahok telah membuka kesaadaran kita tentang alternatif perbaikan keadaan Indonesia. Jokowi - Ahok telah menunjukkan cara dan contohnya. Apakah kita akan mengikutinya atau hanya menggantungkan diri kita pada mereka berdua untuk menuju perubahan? Jokowi - Ahok lahir ke kancah kehidupan politik Indonesia tanpa kita undang, tanpa kita sadari, tanpa kita harapkan sebelumnya. Kini jadi panutan dan harapan akan perubahan Indonesia. Begitu mudahnya kita memalingkan muka dan berganti sikap?

Pola kepemimpinan Jokowi - Ahok seharusnya kita jadikan sebuah model baru paradigma kepemimpinan nasional. Kita jadikan standard baku sebagai tolok ukur kepemimpinan birokrasi pemerintah di Indonesia. Lebih luas lagi juga jadi standard baku model kepemimpinan di kalangan pihak swasta.

Kriteria dan syarat untuk duduk di kursi kepemimpinan harus sesuai dan memakai kriteria-kriteria yang diambil dari fenomena kepemimpinan Jokowi - Ahok. Jika tidak memenuhi syarat atau kriteria kepemimpinan fenomena Jokowi - Ahok, maka wajib kita tolak untuk duduk sebagai pemimpin.

Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin dalam banyak bidang. Tidak hanya kursi kepresidenan yang selama ini menguasai pemberitaaan nasional karena nama Jokowi - Ahok menjadi kecenderungan baru yang menggiring banyak perhatian orang. Dan meruncing pada satu harapan agar Jokowi - Ahok menjadi pemimpin nasional kita.

Sepak terjang, gebrakan, inovasi, tegas, tranparan, lugas, blusukan atau apapun namanya, model kepemimpinan Jokowi - Ahok perlu dilembagakan sehingga lebih menjamin terjadinya kontinuitas model kepemimpinan mereka. Jokowi - Ahok boleh ganti orang dan nama, tapi fenomena kepemimpinannya akan tetap utuh dan bekerja. Model kepemimpinan Jokowi - Ahok harus kita lembagakan agar perubahan yang ditawarkan oleh Jokowi - Ahok terjamin kesinambungannya dalam berbagai bidang untuk Indonesia dalam menuju ke masa depan.

Kita kenalkan model kepemimpinan mereka pada lingkungan terdekat kita. Hanya dengan beginilah, beban tanggung-jawab Jokowi - Ahok bisa terurai dan menjadi tanggung jawab kita bersama-sama secara merata. Kita libatkan diri dalam membenahi dan mengejar kemajuan bangsa Indonesia bersama-sama. Kita singsingkan lengan baju, angkat celana, lepas sepatu dan sandal ikut bekerja dan terlibat sebagai pelaku. Bukan hanya penonton yang pandai bersorak, mengecam dan berharap.

Apa yang baik bagi Indonesia seharusnya dibukukan, dicatat dan dikumpulkan sebagai pedoman melangkah ke depan sehingga tidak terulang kesalahan sama. Kita perlu catatan untuk menilai dan mengetahui perkembangan kita ke depan. Karena dengan begitu kita bisa belajar dari masa lampau. Tanpa itu kita hanya berputar-putar dan tidak beringsut ke mana-mana. Hanya umur yang bertambah dan beranak-pinak.
Ahok the next ali sadikin...




Artikel Lain :