Hal tersebut diketahui dari sejumlah pedagang di pusat perdagangan Roxy Mas, Jakarta Barat. Menurut pedagang yang enggan disebutkan namanya, aplikasi SMS yg dibuat dan ditanam itu akan memotong pulsa jika pengguna memakainya.
"Supplier atau manufaktur ponsel ditawari USD 2 atau sekitar Rp 20 ribu jika ada pembeli yang mengaktivasi aplikasi tersebut," ujar pemilik toko ponsel tersebut kepada merdeka.com pekan lalu.
"Nah, pengguna menengah ke bawah merupakan target yang disasar, karena pengguna ponsel kelas A dan B kebanyakan lebih logis dan tahu teknologi, tambahnya.
Seperti diketahui, pada kasus sedot pulsa pada Oktober 2011, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah melarang aplikasi pop screen karena dianggap telah menyedot pulsa pelanggan. Aplikasi pop screen ditanam di SIMcard, sedangkan aplikasi SMS monster pulsa tersebut ditanam di handset.
Menurut dia, bisa jadi principal merek lokal atau pun vendor ponsel tak tahu kalau ponsel mereka disusupi aplikasi SMS monster pulsa tersebut, apalagi operator.
Di pusat perdagangan Roxi tersebut, aplikasi SMS penyedot pulsa itu tampak terlihat di sejumlah ponsel Android. Aplikasi SMS tersebut diduga sudah lama berkembang di luar negeri dan saat ini sudah hadir di Indonesia.