Kasus Korupsi Miliaran Belum Tersentuh, Diduga Kejari Tabanan Ditekan Preman
Tabanan - Eksistensi preman membayangi penyidikan dugaan korupsi yang berusaha diungkap Kejari Tabanan. Tidak jarang tekanan kuat preman menyebabkan penyidikan tidak sesuai harapan. Seperti diungkapkan Kejari Sufari, pihaknya sudah sering mendapat tekanan dari seseorang yang berlagak preman. Mestikah gara-gara preman, penuntasan kasus korupsi jadi tersendat?Pemerhati hukum Gede Made Suardana menyebut Kajari Tabanan Sufari terlalu terburu-buru menjatuhkan vonis, bahwa pihak yang mendatanginya itu adalah preman. Untuk menjustifikasi bahwa orang tersebut adalah preman perlu dilihat tindak-tanduk yang dilakukannya. Apakah yang bersangkutan memang benar melakukan tekanan, ataukah sengaja menghalangi-halangi penyidikan?
Bukan mustahil mereka yang datang ke Kejari Denpasar semata-mata bermaksud memberikan dorongan pada penyidik untuk menuntaskan sebuah kasus. Atau bisa jadi kedatangannya tersebut guna menengok serta bisa juga memberikan informasi akurat tentang dugaan korupsi. “Terlalu terburu-buru menyebut setiap orang yang datang adalah preman,” katanya.
Namun, kalaupun mereka yang datang tersebut adalah preman, menurut dosen FH Unud ini, pihak Kejari Tabanan mestinya jangan menjadikan sebuah kambing hitam. Kalau kedatangannya untuk menghalangi-halangi penyidikan, penyidik bisa menghubungi pihak kepolisian. Undang-undang secara tegas menyebutkan siapa pun yang mencoba menghalangi penyidikan bisa dikategorikan melalukan tindak pidana. “Kenapa mesti takut dengan preman. Negara kita adalah negara hukum,” paparnya.
Jika tetap preman dijadikan alasan, lebih baik mengundurkan diri saja. Pihaknya yakin banyak jaksa yang memiliki keberanian dalam menghadapi tekanan massa. Kejaksaan sebagai sebuah lembaga penegakan hukum yang terhormat, pastilah memiliki integritas yang tinggi dalam menjalankan tugas yang dibebankan negara.
Suardana tidak memungkiri keberadaan preman memang tumbuh subur di lumbung berasnya Bali ini. Tidak saja dalam penegakan hukum, dalam kehidupan lain pun preman juga mendapat angin. Sejumlah kebijakan publik yang mestinya berpihak pada rakyat kecil, justru berpihak pada kepentingan satu golongan. “Memang kalau berbicara preman, untuk Tabanan bukan rahasia umum lagi,” kilahnya.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Bali, Eko Indarto, menyatakan kinerja para penyidik Kejari Tabanan terus mendapat perhatian dari Kejati Bali. Hal itu diwujudkan dengan adanya kebijakan supervisi yang langsung di bawah kendali Wakajati. Setiap kesempatan para penyidik akan mendapat arahan. “Termasuk bagaimana caranya mengatasi tekanan dari pihak-pihak tertentu, yang memang sengaja bertujuan menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi,” paparnya.
Sementara Sudarmawan, salah seorang warga Tabanan, menyatakan pihak kejaksaan jangan menjadikan keberadaan preman sebagai alasan lambatnya penuntasan kasus korupsi. Sebagai seorang penyidik pastilah memiliki jiwa berani dalam menentukan sikap. “Kalau sampai dihalangi tinggal lapor polisi saja. Kenapa sesuatu yang mudah, justru dipersulit,” kilahnya.
Penuntasan kasus korupsi di Tabanan memang sangat dinanti-nantikan banyak orang. Kalaupun saat ini sudah banyak terungkap kepermukaan, kualitasnya masih jauh dari harapan. Sejumlah kasus dugaan korupsi bernilai miliaran rupiah belum satu pun tersentuh. Ataukah keberadaan preman memang lebih berkuasa dibandingkan kejaksaan? (sub)
Pengadaan Lahan RS Internasional Tabanan, Dugaan Mark Up Menguat
Tabanan - Bau amis dugaan penggelembungan atau sering disebut mark up harga lahan untuk Rumah Sakit (RS) Internasional di Desa Nyitdah, Kediri, makin menyengat. Sebab, pembelian tanah dari tangan Nyoman Suki (pemilik Toko Nyoman) oleh Pemkab Tabanan senilai Rp 14 miliar jauh dari harga kewajaran. Bahkan bertentangan dengan hasil kajian tim eksekutif waktu itu yang hanya mematok harga maksimal Rp 10 miliar.Radar Bali berhasil mendapatkan dokumen valid dari perencanaan pengembangan RS Tabanan sejak awal tahun 2003. Hingga pertengahan tahun, akhirnya tim eksekutif memiliki empat lokasi bidikan untuk dibangun RS berstandar internasional. Yakni di Desa Nyitdah, Kediri; Desa Bongan, Tabanan; dan Desa Mandung, Kerambitan, dan satu lagi di Desa Beraban, Kediri.
Dari hasil survei lahan, sarana dan prasarana pendukung, hingga harganya, tak satupun lokasi tersebut mencapai harga Rp 10 miliar. Bahkan, harga termahal di Banjar Antugan, Desa Nyitdah dengan luas lahan 7 hektare, harganya hanya Rp 8,5 miliar dan maksimal Rp 9,5 miliar. Hasil kajian itu terungkap dalam rapat 10 Maret 2003 lalu. Hadir dalam rapat tersebut sedikitnya 13 pejabat penting di Pemkab Tabanan, yang merupakan satu tim penembangan RS Tabanan. Wabup Tabanan IGG Putra Wirasana yang juga ketua Tim Pengembangan RS Tabanan langsung menjadi pemimpin rapat.
Dalam hitung-hitungan tim, Rp 9,5 miliar harga tanah di Nyitdah dibahas hingga rinci. Di mana, 20 persen berada di kisaran Rp 30 juta per are. Harga tanah tertinggi itu berlokasi langsung di pinggir jalan. Sedangkan, 80 persen tanah lainnya hanya di kisaran Rp 8 juta dan Rp 9 juta.
Terungkap pula dari data lainnya. Disebutkan, pada tanggal 31 April 2003, tim menelurkan telaahan awal pengembangan RS Tabanan. Surat yang ditandatangani IGG Putra Wirasana tersebut memuat delapan pokok penting. Intinya, pengembangan RS Tabanan adalah mendesak. Dan pengadaan lahan baru adalah pengembangan yang lebih rasional. Dalam poin tujuh malah disebutkan bahwa dana yang dibutuhkan untuk pembebasan lahan itu dipatok maksimal Rp 10 miliar.
Dalam perjalanannya diputuskan dana pembebasan lahan akan dicarikan lewat peminjaman di BPD Bali Cabang Tabanan. Hal ini terungkap dari surat Bupati Tabanan N. Adi Wiryatama kepada Ketua DPRD Tabanan Made Arimbawa tertanggal 14 Mei 2003 silam. Dalam surat bernomor 445/0668/Sunprog/BRSU, tersebut Bupati intinya meminta kepada dewan agar menyetujui langkah peminjaman dana ke BPD Bali untuk pendanaan dalam pembebasan lahan di Nyitdah. Setelah melalui kajian serupa, “Dewan Sanggulan” menyetujui rencana tersebut.
Kenyataan kebutuhan dana Rp 10 miliar itu berubah dalam pengaggaran ABPD Tabanan Tahun 2004. Tiba-tiba, eksekutif mematok harga tanah untuk pembebasan lahan seluas 7 hektar di Banjar Antugan, Desa Nyitdah, Kediri sebesar Rp 14 miliar. Tak pelak, muncul dugaan kuat adanya penggelembungan harga tanah dari tangan pemilik bernama Nyoman Suki yang tak lain adalah pengusaha garmen bernama Toko Nyoman.
DPRD Tabanan sendiri sempat ribut soal dugaan mark up harga lahan ini. Entah bagaimana, wakil rakyat periode 1999-2004 yang dipimpin Made Arimbawa itu tiba-tiba diam, dan meloloskan begitu saja peminjaman ke BPD Bali sebesar Rp 14 miliar. Dana pinjaman itu selanjutnya harus dibayar dengan cara mencicil tiap tahun dan dibebankan pada APBD Tabanan dalam tiap tahun berikutnya.
Terkait adanya penggelembungan minimal Rp 4 miliar dari harga kewajaran harga tanah saat itu, Ketua Tim Pengembangan RS Tabanan waktu itu, IGG Putra Wirasana, yang hingga kini juga masih menjabat sebagai Wabup Tabanan, belum bisa dikonfirmasi. Dicari di kantornya, Wirasana tidak ada. Saat ditelepon, dia masih sibuk karena ada acara perkawinan keluarganya. (yor)
Kasus Dugaan Korupsi Bansos segera Disidangkan
Tabanan- Selain sejumlah kasus dugaan korupsi seperti jembatan Kuwum, Marga dan BLT di Batungsel Pupuan, Kejaksaan Tabanan ternyata juga menangani kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang terjadi tahun 2006 lalu. Informasinya, dana bansos Rp 300 juta yang disalurkan lewat Lembaga Perkreditan Desa tahun 2006 silam, menyeret mantan anggota Dewan Tabanan dari Fraksi PDI-P, Dewa IS.
Bahkan sudah sejak tiga bulan lalu, anggota DPRD Tabanan periode 1999-2004 ini menghuni LP Tabanan sebagai titipan tahanan Kejaksaan Tabanan. Kasus yang disidik Polda Bali itu menyebutkan Dewa IS diduga menggelapkan dana Rp 30 juta dari jumlah dana yang dikucurkan pemerintah untuk membantu rakyat kecil.
Kepala LP Tabanan, I Made Anteb Arsana, membenarkan sudah hampir tiga bulan Dewa IS menghuni LP Tabanan. Statusnya, kata Anteb, sebagai tahanan titipan kejaksaan. Kepala Kejaksaan Negeri Tabanan, Putu Indriati, mengatakan sebenarnya pihaknya mengagendakan sidang pembacaan dakwaan akhir tahun 2008, tetapi karena terbentur banyaknya libur, maka sidang diagendakan 12 Januari mendatang.
Pihaknya telah siap dengan berkas sidang termasuk penunjukan JPU. Indriati mengaku tidak ingat persis isi dakawaan karena berada di tangan JPU. Dikatakannya, mantan anggota Dewan itu dijerat kasus dugaan korupsi karena dana bansos Rp 30 juta nyangkut pada dirinya. Awalnya kasus tersebut disidik di Polda Bali, tetapi karena tempat kejadiannya di Tabanan maka JPU berasal dari Kejaksaan Tabanan.
Kejadian tersebut, kata dia, pada tahun 2006 lalu, tetapi belakangan entah bagaimana awalnya kasus itu terbongkar dan sampai di tangan penegak hukum. Setelah penyidikan di Polda Bali akhirnya ditangani Jaksa Penuntut Umum Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Tabanan. 'Sidang sudah siap dan berkasnya sudah lengkap. Kami segera mengirim ke PN untuk diagendakan. Sejumlah kasus dugaan korupsi memang sedang kami tangani,' ujar Indriati. (kmb14)
Soal Dugaan Korupsi, Pemkab Tabanan Tuding Hanya Fitnah
Tabanan- Setelah ditunggu-tunggu, Rabu (8/10) sore kemarin, Pemkab Tabanan secara tertulis menyampaikan bantahan atas dugaan penyelewengan anggaran (korupsi). Dalam siaran pers yang ditandatangani Sekda Tabanan I N. Judiana, dengan tegas dinyatakan tuduhan korupsi hanyalah fitnah dan dapat menyebabkan reputasi buruk bagi Pemkab Tabanan.
Demikian pula sejumlah pos anggaran dikatakan telah dikembalikan ke kas negara. Pemkab memberikan penjelasan atas 11 item temuan dari BPK yang dinyatakan sebagian besar adalah kesalahan administrasi semata. Di antaranya, penyertaan modal PD Dharma Santika (PDDS) Rp 1,392 miliar tahun 2007 adalah jumlah komulatif penyertaan modal sampai tahun 2005 lalu.
Sementara pada APBD induk 2008, Pemkab menganggarkan penyertaan modal Rp 1,3 miliar sebagai langkah antisipasi membayar utang-utang PDDS bila terlikuidasi. Namun karena tidak ada langkah yang mengarah pada proses likuidasi, anggaran Rp 1,3 miliar dalam APBD perubahan digunakan untuk kegiatan pembangunan lainnya.
Hal lainnya berupa sisa kas BRSUD Rp 1,3 miliar, pengelolaan dana hibah, belanja bibit ternak Rp 1,8 miliar, dikatakannya sebagai kesalahan administrasi semata dan telah diperbaiki. Belanja barang dan jasa kurang disajikan Rp 16,077 miliar dikatakan tidak benar karena hasil pemeriksaan BPK tidak menyebutkan hal tersebut. Dikatakannya, penggunaan dana untuk tim koordinasi pengamanan daerah Rp 408 juta telah ditarik dan dikembalikan ke kas daerah.
Sedangkan operasional Gatriwara Rp 233 juta sedang diupayakan untuk dilakukan penarikan. Juga, kelebihan pembayaran honor PKK Rp 113 juta dikatakan telah disetorkan kembali ke kas daerah serta penyetoran dana di luar mekanisme APBD Rp 78 juta. "Pemberitaan hasil pemeliharaan gedung sekretariat DPRD Rp 4,19 juta tidak tercantum dalam hasil pemeriksaan BPK," terang Sarba, Kepala Kantor Humas Tabanan.
Dikatakan Sarba, saran BPK untuk melakukan perbaikan administrasi dan menarik serta menyetor kembali sejumlah dana ke kas daerah telah dilakukan. Sarba mengatakan lambatnya klarifikasi karena dilakukan koordinasi lintas sektoral terkait temuan BPK maupun tuduhan sejumlah dana yang gelap tersebut. "Tegasnya, Pemkab Tabanan menganggap dugaan korupsi adalah sebuah kebohongan dan fitnah," ujarnya. (kmb14)
KPK Minta Kejati Usut Korupsi di Tabanan
Tabanan- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) minta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menindaklanjuti penyimpangan keuangan di Tabanan. Termasuk melaporkan perkembangan penanganannya ke KPK. Demikian surat yang ditandatangani Plh. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK Chesna Anwar yang diterima Koordinator Aliansi Gerakan Moral Masyarakat Ketut Semadha Putra, Senin (6/10) kemarin. Surat KPK tersebut langsung disampaikan Semadha Putra ke Kejati Bali.
Semadha Putra usai pertemuan itu menyatakan, terkait surat KPK tersebut telah disampaikan 11 item dugaan penyimpangan di Tabanan kepada Aspidsus Kejati Bali Tjok Gede Anom. 'Beliau berjanji secara transparan akan menyampaikan penanganan kasus dugaan penyimpangan anggaran sebagaimana diminta oleh KPK,' katanya.
Semadha mengatakan pengusutan kasus dugaan korupsi jembatan Kuwum Marga yang kini ditangi Kejati Tabanan hanya sebagian kecil dari deretan kasus korupsi di Tabanan. BPK telah menemukan dugaan penyimpangan miliaran rupiah. Sayangnya penanganannya saru gremeng.
Untuk itu, pihaknya bersurat ke KPK dengan mengirim berkas rangkuman temuan BPK 2006-2007 yang diduga ada unsur korupsi. Dari surat tersebut direspons KPK dengan surat R-3113/40/VIII tertanggal 20 Agustus 2008. Intinya meminta Kejati Bali menindaklanjuti dan menyampaikan perkembangan kasus korupsi di Tabanan ke KPK.
Dia melaporkan 11 item temuan BPK terhadap penyimpangan anggaran di Tabanan. (lihat tabel)
Kata Semadha, semua item itu ada unsur penyimpangan. Malahan PD Darma Santika yang sudah tak aktif sejak April 2006 malah tahun 2007 kembali mendapatkan pengucuran dana dari APBD. Selain itu dilaporkan pembelian tanah untuk RS Internasional di Nyitdah seluas 7 hektar. Bahkan, pemkab ketika itu meminjam dana di BPD sebanyak Rp 14 miliar. Namun kini lahan tersebut tidak dimanfaatkan alias tidur. Yang lebih mengherankan harga tanahnya sangat tinggi. 'Mana ada tanah di Nyitdah waktu itu harganya Rp 20 juta per are,' katanya seraya menyebut adanya unsur kongkalikong pejabat daerah dengan sebuah toko terkenal di Tabanan dalam pembebasan tanahnya. Karena itu patut dicurigai adanya unsur rekayasa kenapa terjadi defisit APBD 2008 Rp 121 miliar.
Soal siapa yang bertanggung jawab, Semadha Putra berpendapat, yang bertanggung jawab adalah pejabat di Pemkab Tabanan. (029)
Dugaan Penyimpangan di Tabanan
1. Penyertaan modal pada PD Darma Santika Rp 1,392 miliar tahun 2007.
2. Belanja barang dan jasa kurang disajikan Rp 16,077 miliar.
3. Sisa kas pada pemegang kas (BRSUD) Rp 1,3 miliar.
4. Pengelolaan dan hibah yang tak masuk APBD Rp 10,15 miliar.
5. Belanja bibit ternak Rp 1,8 miliar.
6. Penggunaan dana untuk tim koordinasi pengamanan daerah Tabanan Rp 408 juta.
7. Operasional Gatriwara Rp 223 juta.
8. Pemeliharaan gedung pada SKPD Sekretariat DPRD berupa belanja barang dan jasa Rp 4,19 juta.
9. Kelebihan pembayaran honor kegiatan PKK Rp 113 juta.
10. Penyetoran dan pengeluaran di luar mekanisme APBD pada rekening Rp 78 juta.
11. Penggunaan dana untuk tim sekretariat daerah Rp 111 juta.
Kejari Tangani Dugaan Korupsi di LPD Meliling
Tabanan- Sejumlah LPD di Tabanan kini sedang bermasalah. Sebagian sedang dihadapkan pada proses hukum dengan sangkaan korupsi. Kepala Kejaksaan Negeri Tabanan, Ni Putu Indriati, mengaku pihaknya kini tengah menangani kasus LPD Meliling dengan tersangka I Made M, mantan Direktur LPD.
Kasus korupsi danan sekitar Rp 100 juta tersebut, kata dia, telah mamasuki babak persidangan. Hanya, Indriati belum memastikan berapa tahun terdakwa akan dituntut, mengingat sidang masih tahap pemeriksaan para saksi.
Dikatakan Indriati, kasus tersebut memang dikeluhkan warga setempat karena terganggunya pelayanan LPD. Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena telah menilep uang negara dan nasabah serta bertanggung jawab atas olengnya LPD tersebut. 'Prosesnya sudah pada tahap persidangan, tetapi belum tuntutan. Terdakwa kami tahan,' terangnya.
Sementara pihak kepolisian juga menangani kasus dugaan korupsi LPD Kelating. Polisi telah menetapkan I Nyoman Suk sebagai tersangka dengan dugaan menilep uang nasabah Rp 2,2 miliar lebih. Penyelewengan dilakukan tersangka dari Desember 2004 hingga September 2007. Walau dana yang diselewengkan cukup besar, namun tersangka masih menghirup udara bebas alias tidak ditahan karena dianggap kooperatif.
Sebelumnya, beberapa LPD dan KUD juga bermasalah karena niat tidak baik dari para pengurusnya. Namun tidak banyak yang sampai ke pengadilan. Sebagian masyarakat lebih senang menangani secara intern dan tidak melalui jalur hukum. Sementara LPD Kelating dan Meliling kasusnya dilaporkan kepada aparat oleh sejumlah warga. Belakangan, keluhan serupa datang dari para nasabah di LPD Desa Jadi, Kediri. Seorang nasabah mengaku sudah dua tahun tidak bisa melakukan penarikan uang karena kepengurusan yang mandek. (kmb14)
SEKIAN lama berlalu, borok pemerintahan sebelum Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti, rupanya baru terkuak. Walau sebelumnya sejumlah kasus korupsi secara samar-samar terungkap ke permukaan, tapi hal itu berlalu begitu saja. Bahkan kasus korupsi yang cukup menonjol, seakan-akan lenyap ditelan waktu seirama dengan kendurnya aparat berwenang menanganinya.
Belakangan ini tokoh-tokoh Tabanan yang gerah dengan perilaku penguasa sebelumnya itu bermunculkan. Mereka mulai ‘’berani’’ berkomentar karena diduga terjadi kecurangan di masa-masa sebelumnya. Sebut saja tokoh Tabanan, I Gusti Kade Djaya Wirata, yang mulai bicara karena melihat kasus korupsi di wilayahnya sangat memperihatinkan. Menurutnya, indikasi korupsi bisa dilihat dari kasus banyaknya jalan rusak, sekolah ambruk, kasus Rumah Sakit Internasional (RSI) Nyitdah yang belum terpecahkan hingga rumah dinas para pejabat.
Mulai terungkapkan bobrok pemerintahan sebelumnya, mengingat eskalasi politik kita yang cepat berubah. Partai yang selama ini berkuasa di Bali kemungkinan besar tak lagi dianggap mempunyai taring, lantaran ulah oknumnya sendiri. Bisa saja rakyat Tabanan bosan dengan gaya kepemimpinan selama ini, sehingga mereka ingin perubahan dan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik.
Masyarakat tentu tak ingin dibohongi atau direkayasa demi kepentingan segelintir orang maupun oknum pejabat yang ingin melanggengkan kekuasaannya. Termasuk mengkader keturunannya supaya melanjutkan dinasti/kekuasaan demi suatu kepentingan.
Jika sebelumnya pemerintah berusaha keras dengan berperilaku seolah-olah adil dan jujur, tapi lama-kelamaan akhirnya rerungkap juga. Persaingan politik yang semakin keras dan kotor, juga mendorong upaya oknum pemerintah menyingkirkan lawan-lawannya, termasuk satu partai. Mereka yang disingkirkan itu termasuk tokoh vokal alias sering mengkritik pemerintah, sehingga dibabat habis. Bahkan ada di antara tokoh partai tersebut yang dijebloskan ke penjara, hanya gara-gara proyek yang nilainya tak seberapa.
Mencermati pembodohan semacam ini, sudah saatnya rakyat Tabanan jangan lagi koh ngomong (malas bicara) jika menemukan indikasi penyimpangan di lapangan. Semuanya harus diungkap supaya jelas, dan rakyat jangan sapai terus-menerus dibodohi, sehingga mereka tak mau bicara, bahkan ada yang ketakutan.
Untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi di Tabanan, para penegak hukum hendaknya jangan tutup mata. Malah sebaliknya harus benar-benar sigap dan proaktif, termasuk menelusuri isu-isu yang berkembang di masyarakat. Bila perlu kasus-kasus lama yang memeloroti APBD Tabanan, diungkap lagi dengan pengumpulan bukti, alat bukti dan saksi-saksi.
Kita tentu tak ingin kasus korupsi ini semakin menjadi-jadi karena bakalan menyengsarakan rakyat. Semua pihak mesti bahu-membahu dan berusaha membersihkan oknum pejabat kita dari perbuatan yang mengarah pada penyelewengan uang negara. Semoga untuk ke depan ini, masyarakat Tabanan khususnya, semakin jeli melihat suatu permasalahan, serta tidak takut-takut lagi melepor kepada aparat terkait, jika hak itu untuk kepentingan pemberantasan korupsi secara menyeluruh.
Sumber : Balipost, RadarBali, Denpost