Tapi semua itu beritanya ternyata palsu karena setelah di konfirmasi team kami, sebenarnya hanya Rebutan Warisan, hanya eksekusi sebuah supermarket yang di backup oleh polisi. Entah darimana sumbernya beredah broadcast BBM yang menyebutkan bentrok ormas. Pihak yang tak bertanggung jawab tersebut berusaha memperkeruh suasana.
Eksekusi paksa untuk kedua kalinya terhadap lahan dan bangunan Swalayan Karya Sari di Denpasar, Bali, Selasa siang akhirnya berakhir rusuh.
Ratusan petugas Dalmas dan Brimoda Polresta Denpasar terlibat bentrok dengan ratusan pria berbadan kekar yang melakukan perlawanan eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar.
Sebelum bentrok, awalnya massa membentuk barikade sepanjang swalayan yang berlokasi di jalan Pulau Saelus, Denpasar, Bali yang dimiliki ahli waris Nyoman Handris yang bersengketa dengan ahli waris lain yang juga kerabat yakni Putu Yudistira. Petugas juru sita PN Denpasar yang mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian yang hendak membacakan putusan eksekusi langsung mendapat perlawanan pihak termohon eksekusi dari keluarga Handris.
Sebelum rusuh terjadi, sebelumnya terjadi perdebatan sengit antara petugas juru sita pengadilan yang membacakan putusan eksekusi dengan pihak keluarga Handris yang menilai eksekusi sangat dipaksakan dan bukti arogansi aparat hukum. "Coba tunjukkan di mana lokasi eksekusi, silakan petugas BPN ukur, eksekusi ini obyek hukumnya tidak jelas, "teriak Ali Sadikin, kuasa hukum keluarga Handris.
Atas keberatan itu, petugas tidak mengabaikannya dengan tetap membacakan putusan eksekusi Ketua PN Denpasar yang mengacu putusan Peninjuan Kembali Mahkamah Agung RI tertanggal 26 Mei 20111 yang menguatkan putusan Kasasi MA N0 1564K/Pdt/2007 tanggal 26 November 2008. Petugas gabungan yang dipimpin Wakapolresta Denpasar AKBP I Gusti Budi Harryarsana langsung memerintahkan agar petugas mengamankan jalannya eksekusi.
Petugas Brimob yang bersenjata pentungan dan anti huru hara langsung merangsek masuk ke areal swalayan sehingga terjadi bentrokan dengan ratusan pria berbadan kekar dengan identitas pita warna jingga. Petugas kepolisian yang mendapat perlawanan berhasil menghalau dan membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata sehingga ratusan massa yang membekingi termohon lari terbirit-birit.
Sebagaimana diketahui, sengketa lahan milik Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan, Nyoman Hndris, Ketut Suwitra dan Ketut Herlim awalnya terkuak tahun 1999. Kala itu ahli waris Made Sucipta yakni anak kandungnya Putu Yudistira dan saudara lainnya menuntut hak atas lahan yang dimiliki Handris. Pihak keluarga Yudistira, mengklaim punya hak waris atas lahan yang dimiliki Hendris sehingga melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Denpasar.
Akibat eksekusi dan tembakan gas air mata pihak kepolisian, puluhan siswa-siswi SDN I Sesetan Denpasar menangis kesakitan dan ketakutan akibat terkena tembakan gas air mata.
Eksekusi lahan dan bangunan Swalayan Karya Sari di Jalan Pulau Saelus Denpasar, Bali dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar yang didukung pihak Dalmas dan Brimob Polresta Denpasar. Siswa SD yang sedang belajar di sekitar lokasi swalayan yang dieksekusi menangis histeris akibat matanya terasa pedis, mual dan muntah-muntah pasca ditembakannya gas air mata berkali-kali oleh pihak kepolisian.
Para siswa yang menangis tak karuan akhirnya terpaksa dikeluarkan dan dipulangkan lebih awal. Untuk menenangkan siswa, mereka terlebih dahulu dilarikan para guru dan pihak kepolisian ke rumah penduduk terdekat. Tembakan gas air mata bertubi-tubi pihak kepolisian tak hanya menimpa siswa SDN I Sesetan, puluhan siswa-siswi SMPK I Harapan dan SMAK Harapan juga terkena imbasnya sehingga mereka juga dipulangkan lebih awal.
Kerusuhan akibat perseteruan warisan antar keluarga ahli waris sehingga menimbulkan ketakutan dan trauma para siswa memancing kemarahan warga di Kelurahan Sesetan. Melihat siswa-siswi SD tersebut menangis dan pusing, bahkan trauma, para warga pun keluar rumah dan membunyikan kulkul buluss (memukul kentongan bertubi-tubi) untuk mendatangkan warga dan mengamankan situasi.
Puluhan warga yang merasa jadi korban eksekusi perseteruan tersebut, akhirnya keluar serentak dan mendatangi lokasi eksekusi untuk mengajukan protes eksekusi tersebut "Siapa yang bertanggungjawab eksekusi ini. Anak saya trauma dan menangis karena matanya yang pedih. Bunyi ledakan yang keras juga menakutkan mereka sehingga mereka menangis histeris. Pokoknya pemilik lahan harus bertanggungjawab terhadap desa adat dan lahan ini kita segel," pekik seorang warga yang marah.
Terkait tembakan gas air mata bertubi-tubi itu, Wakalpolresta AKBP I Gusti Budi Harryarsana mengaku tindakan petugas kepolisia sudah sesuai prosedur. Para siswa menjadi korban karena arah angin yang tidak menentu membuat mereka terkena gas air mata. "Pihaknya sudah menghimbau agar warga masyarakat yang tidak berkepentingan agar menghindar dari lokasi sengketa. Kita sudah melakukan penembakan gas air mata sesuai prosedur," ujarnya ketika ditemui dilokasi, Selasa (20/8/2013).
Selain itu, kata Budi, tembakan gas air mata tersebut terpaksa dilakukan karena massa yang bertahan di lokasi eksekusi melakukan perlawanan dengan cara melempar batu, kayu, dan material lainnya ke arah petugas. Bahkan, salah satu personil polisi bernama Pande terluka di bagian bibirnya akibat terkena lemparan masa tersebut.
"Lemparan massa terjadi serentak dengan jumlah yang sangat banyak sehingga untuk meredam suasana, kita terpaksa menembakan gas air mata ke arah kerumunan massa. Pada saat yang sama datanglah arah angin yang tidak menentu sehingga sehingga gas air mata tersebut menyebar kemana-mana termasuk mengenai para siswa dan warga sekitar," dalihnya