Jumat, 02 Agustus 2013

Baru-baru ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menertibkan PKL ilegal di kawasan Jalan Tanah Abang itu. Namun belum sempat ditertibkan, Gubernur DKI dan Wakilnya, Jokowi-Ahok, menuai tentangan, mulai dari demonstrasi hingga kritik dari lawan-lawan politik.

Ada dugaan PKL Tanah Abang dibekingi preman. Oleh sebab itu, belakangan Ahok menyerahkan penertiban PKL Tanah Abang itu ke Polda Metro Jaya. Hasilnya, Polda menyatakan perang terhadap preman di Tanah Abang.

Seperti dikatakan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto. Dia menyatakan, polisi akan terus menggelar operasi cipta kondisi di beberapa titik, salah satunya di Pasar Tanah Abang. Operasi tersebut akan dilaksanakan secara terus menerus hingga kawasan Tanah Abang bebas dari preman.

Polisi juga akan memburu god father atau bos para preman itu. "Sampai Tanah Abang bebas preman, dan jalan-jalan di sana digunakan sebagaimana mestinya," kata Rikwanto di Mapolda Metro, Jakarta, Kamis (1/8).

Polisi juga akan memeriksa pihak-pihak yang diduga membekingi aksi premanisme di wilayah tersebut. Tidak terkecuali ormas-ormas yang dibentuk untuk menaungi mereka. "Akan diperiksa di level atasnya siapa, bukan bila ada ormas-ormas yang dibentuk untuk menaungi. Oknumnya akan ditindak," tandasnya.

Masalahnya, kenapa polisi baru sekarang memerangi preman Tanah Abang yang sudah menggurita itu?

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala memiliki tiga jawaban simpel. Pertama, kemungkinan besar karena pemerintahan sebelum Jokowi-Ahok tidak berdaya mengatasi masalah itu, sehingga bertahan sampai sekarang. Kedua, masalah di Jakarta itu banyak, dan besar-besar.

"Jadi mungkin karena polisi memiliki prioritas lain yang lebih besar, sehingga masalah premanisme di Tanah Abang belum diprioritaskan," terangnya kepada merdeka.com, Kamis malam.

Ketiga, karena premanisme di Tanah Abang dimanfaatkan secara individu oleh orang-orang tertentu, bisa oknum pejabat pemerintahan sendiri, aparat atau pejabat-pejabat tertentu. Para PKL itu dimanfaatkan saat kampanye-kampanye pemilu atau semacamnya.

Sementara bos-bos preman dimanfaatkan jadi jurkam kampanye saat pemilihan-pemilihan umum atau pilihan gubernur. "Saya tidak mau menyebut nama, tapi keyakinan saya ya tiga itu. Itu kenapa preman sulit dibasmi," terangnya.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane berpendapat mirip. Menurut dia, premanisme sebenarnya tidak hanya di Tanah Abang, tetapi sudah menyebar di berbagai wilayah strategis di Jakarta. Para preman itu biasanya dibekingi aparat dan pemerintah sendiri.

"Mereka menguasai kawasan, mendapatkan sejumlah uang dari PKL, dari parkir liar, dari terminal bayangan. Ini sumber uang yang besar. Ini kenapa premanisme sulit diberantas, karena menyangkut kepentingan banyak pihak di sana. Ini menyangkut uang besar," terangnya.

Adapun soal premanisme di Pasar Tanah Abang, kata dia, pembersihan PKL itu juga berkaitan dengan hajat hidup preman-preman itu. Alasannya, karena preman ini lah yang menguasai PKL. Mereka memungut uang, dan hasilnya itu mengalir ke berbagai pihak.

"Nah ketika Jokowi membuat program penertiban masuk ke sana, Polda harus membackup, harus memerangi premanisme di sana. Kalau tidak diperangi, premanisme akan sulit diberantas," tuturnya.

Apa yang dilakukan Jokowi-Ahok, Neta melanjutkan, perlu didukung supaya pemerintah DKI Jakarta tidak kendor, supaya pasar Tanah Abang bisa ditertibkan dan bebas dari premanisme. Karena sejak dulu, kata dia, tingkat kriminalitas di Tanah Abang tinggi.

"Misalnya perang antar preman, antar geng. Jadi mau tidak mau Polda harus mendukung program Jokowi ini. Karena konflik kepentingan di pasar Tanah Abang itu tinggi dan lebar, menyangkut banyak pihak, perlu tangan besi untuk mengatasi situasi Tanah Abang," kata dia menegaskan.




Artikel Lain :