"Mereka (Brimob dan Sabhara) baru lulus pendidikan lima bulan lalu, jadi itu polisi baru. Satuan Brimob lulusan pendidikan dari Jawa Timur sementara Sabhara dari Purwokerto," kata Kapolda, Kamis (25/07/2013) dini hari.
Seperti diberitakan, puluhan oknum polisi yang diduga anggota Brimob Polda Jateng menyerang markas Direktorat Sabhara Polda Jateng di Mijen, Semarang, Kamis (25/07/2013) sekitar pukul 00.00 WIB. Belum diketahui pasti latar belakang penyerangan.
Saat dikonfirmasi, Kapolda Jateng, Irjen Pol Dwi Priyatno mengatakan, ada sejumlah anggota yang terluka.
"Luka lecet-lecet kena pukulan, ada yang kena kursi," kata Priyatno kepada Tribun Jateng.
Kapolda menambahkan, peristiwa ini dikarenakan miskomunikasi. Kapolda tidak menjelaskan miskomunikasi tersebut. "Tidak ada yang dibawa ke rumah sakit," tambahnya.
Lalu, apakah pelakunya sudah ditangkap? "Saat ini mereka sedang diapelkan di markas brimob. Sudah kami amankan dan mintai keterangan. Maaf, saya masih di lokasi dan sedang memeriksa kondisi lapangan," kata kapolda kemudian menutup teleponnya.
Aksi baku hantam anggota Satuan Brimob dengan Sabhara di Gedung Direktorat Sabhara Polda Jawa Tengah, Rabu (24/7/2013) malam, dilakukan para polisi yang baru lulus Sekolah Polisi Negara (SPN).
Hal ini patut menjadi perhatian, karena pendidikan kedisiplinan yang mereka dapatkan selama enam bulan, seharusnya masih melekat di benak mereka.
Lalu, kenapa bisa terjadi peristiwa memalukan tersebut? Apakah pendidikan bintara kepolisian terlalu cepat? Sehingga, dalam pencetakan anggota Polri, terutama anggota-anggota yang akan diterjunkan menghadapi masyarakat, kurang terbina mental dan emosinya?
Menyikapi hal tersebut, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny Franky Sompie mengungkapkan, pendidikan di SPN di bawah polda, sudah diupayakan untuk memberikan pengasuhan dalam rangka menggembleng moral, mental, serta spiritual para bintara.
“Selain pendidikan kepolisian, pelatihan baris berbaris, serta kemampuan lain, ada pola-pola pengasuhan yang melatih sikap mental mereka. Kedisiplinan itu melatih sikap mental yang bersahabat, bersosial dengan kawannya, terutama dengan masyarakat,” jelas Ronny di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/7/2013).
“Peristiwa ini jadi evaluasi. Sebenarnya, pelajaran dan pelatihan tidak pernah berhenti di kepolisian. Mulai saat apel pagi, siang, dan pelaksanaan tugas, pembinaan mental spiritual diberikan oleh pimpinan,” tutur Ronny.
Kepolisian saat ini harus mencetak 50 ribu anggota Polri hingga 2014, untuk mengantisipasi kekurangan personel guna menjaga keamanan dan ketertiban.
Sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat, anggota Polri perlu menunjukkan sikap yang baik di mata masyarakat, terutama penguasaan emosi, supaya konflik antara masyarakat dan Polri dapat terhindar saat melakukan pengamanan.
Ronny memaparkan, Bripda-Bripda yang terlibat dalam insiden di Mapolda Jawa Tengah, dididik selama enam bulan. Mereka merupakan Bripda baru yang bertugas di Polda Jateng.
Menurut jenderal polisi bintang dua, isi BlackBerry Messenger (BBM) yang diterima anggota Satuan Brimob Polda Jawa Tengah, semacam menantang temannya sendiri.
Tapi, sebetulnya kalau dibaca secara rendah hati, isi BBM merupakan guyon di antara mereka. Itu menunjukan kurangnya penguasaan emosi para polisi baru.
“Mungkin saja mereka baru menyelesaikan suatu tugas, sehingga terbawa situasi yang kurang baik saat bertugas,” cetus Ronny.