persepsi negatif muncul karena penggunan kata ini sering sering digunakan untuk seseorang yang melangar/berbuat kesalahan "berbuat nakal" dalam sebuah lembaga, organisasi atau kelompok... dengan penggunaan kata oknum, tentu perbuatan pelanggaran yang dilakukan anggota dari sebuah lembaga, organisasi atau kelompok tadi, otomatis tidak mewakili sikap lembaga, organisasi atau kelompok tersebut... pelanggaran yang dilakukan oleh anggota (oknum), dianggap merupakan kesalahan pribadi, bukan atas nama lembaga, karena itulah sering kita dengar sebutan oknum.
Suatu saat saya iseng ketikkan kata “oknum” di kolom pencarian Google. Hasilnya, ada lebih dari 10 juta situs web yang berhasil di index oleh Google. Pada laman teratas yang ditampilkan oleh google, Nyaris semuanya memberitakan tentang perilaku negatif para “oknum aparat” di Negara kita, mulai dari penganiayaan, perampokan, penggelapan, pembunuhan, penembakan warga, korupsi, Backing aktifitas illegal, Narkoba, Pelecehan Seksual, dsb.
Dengan penggunaan kata oknum, tentu perbuatan pelanggaran yang dilakukan anggota dari sebuah lembaga, organisasi atau kelompok tadi, otomatis tidak mewakili sikap lembaga, organisasi atau kelompok tersebut.Pelanggaran yang dilakukan oleh anggota (oknum), dianggap merupakan kesalahan pribadi, bukan atas nama lembaga, karena itulah sering kita dengar sebutan oknum.
Pertanyaannya adalah, mengapa jumlah pelanggaran individu yang [kebetulan] menjadi bagian dan mengatasnamakan organisasi/ lembaga/kelompok terus berulang serta bertambah setiap harinya? Penggunaan kata “oknum” mungkin masih bisa ditolerir jika hanya dilakukan oleh satu/dua orang anggota lembaga. Tetapi bagaimana jika ternyata pelanggaran itu ternyata dilakukan dalam satu instusi secara berjamaah? Bayangkan jika skenario terburuk ialah, bahwa seluruh anggota lembaga sesungguhnya telah menjadi “oknum”.
Dan kita sangat sering mendengar, kata “oknum” untuk dijadikan tameng oleh suatu lembaga bila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya untuk melindungi institusinya. Yang parah lagi, perlindungan ini terkadang kebablasan berupa pemberian jaminan keamanan bagi si “oknum” sendiri. Ah, sesama “oknum” memang harus melindungi.
Pada akhirnya, kita semakin sulit bahkan untuk sekedar membayangkan sosok “oknum”. Oknum telah bermetamorfosis menjadi mahluk yang abstrak, menjadi kabur. Semua telah menjadi “oknum”. Ketika saya berkunjung ke salah satu blog, si empunya blog bercerita mengenai betapa geramnya dia dengan perilaku “oknum” penegak hukum yang sengaja mencari-cari kesalahan dalam suatu razia kendaraan, meskipun dia telah memiliki kelengkapan surat. Salah seorang pengunjung blognya berkomentar sangat satiris, “Tidak Semua Aparat itu baik, Kalaupun ada, itu hanyalah Oknum!”
Yah, aparat baik mungkin telah menjadi “oknum” yang sebenarnya. Kebaikan Aparat mungkin hanya menjadi kebaikan individu/ perseorangan. Bukan lembaga/sistem… mungkin.