Pengeringan rawa untuk dijadikan pertanian adalah contoh bentuk penghancuran habitat. Di beberapa daerah di dunia, proyek reklamasi baru dibatasi atau tidak lagi diperbolehkan karena ada ikatan hukum perlindungan lingkungan.
Sejumlah pihak jika reklamasi yang akan di lakukan PT TWBI di perairan Tanjung Benoa bukan hal yang mendesak buat Bali.
Beberapa kalangan akademisi dari Universitas Udayana akhirnya berkesimpulan ada sejumlah hal yang diabaikan sehubungan dengan kajian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana Denpasar untuk kepentingan evakuasi tsunami.
Ahli tsunami Sudhiarta menegaskan, bila reklamasi itu untuk kepentingan tsunami maka kajian harus benar-benar dalam, melakukan simulasi, ketinggian lokasi reklamasi dan sebagainya.
"Saya tegaskan kembali, reklamasi itu bukan solusi untuk menjadi tempat yang bisa dipergunakan untuk evaskuasi tsunami. Menurut saya, perspektif kebencanaan tsunami belum mendesak untuk dibangun di Bali," ujarnya di Denpasar, Jumat (12/7).
Untuk di perairan Tanjung Benoa misalnya, bila ingin membangun jalur evakuasi, maka strateginya menggunakan strategi evakuasi vertikal. Jadi tidak perlu reklamasi.
"Rancangan awal memang seperti itu, bukan dengan membangun bukit," ujarnya.
Mereklamasi, membangun sejumlah sarana dan sebagainya justeru sangat berbahaya. Bila benar terjadi tsunami, seluruh material tersebut justru akan menjadi peluru hidup yang sangat mematikan bagi warga sekitar. Kalau evakuasi horisontal maka masyarakat harus dibawa ke tempat yang lebih tinggi, bukan berada di lokasi reklamasi yang belum tentu lebih tinggi dari tempat lain.
Sedangkan evakuasi vertikal sudah ada kerja sama dengan hotel-hotel di sekitar Nusa Dua, Tanjung Benoa, untuk menggunakan gedung-gedung tinggi di sana. Hotel-hotel di Nusa Dua dan sekitarnya juga harus terbuka bila ada bencana tsunami dan sebagainya.
"Itulah sebabnya saya tidak melihat relevansinya kajian yang mengatakan jika reklamasi itu dibuat untuk jalur evakuasi tsunami," ujarnya.
Pertimbangan lainnya adalah Bali selatan itu sudah macet. Bahkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika pun sudah mengeluarkan moratorium pembangunan berbagai sarana dan akomodasi wisata di Bali selatan. Selain itu, pembangunan yang berlebihan di Bali selatan akan berdampak buruk bagi kualitas pariwisata, pelestarian lingkungan hidup, serta kemerosotan budaya dan seterusnya.
"Bila ini dibiarkan, maka getaran spiritual Bali cepat atau lambat akan luntur," ujarnya. (Arnoldus Dhae)