Kamis, 11 Juli 2013

Tidak salah jika kondisi dan perkembangan bisnis keluarga Bakrie cukup menarik perhatian. Sebab, belakangan ini Grup Bakrie gencar menjual dan menggadaikan aset miliknya. Hampir semua sektor bisnis yang dipegang Bakrie mulai dilepas. Mulai dari aset sektor migas, pertambangan, perkebunan, properti, infrastruktur, hingga sektor telekomunikasi, dalam hal ini media yang dimiliki Bakrie.

Kabar terbaru, Bakrie menggadaikan stasiun televisi miliknya yakni antv yang berada dalam Grup VIVA. Sumber merdeka.com di lingkungan VIVA menyebutkan bahwa Bakrie menggadaikan antv sebagai jaminan untuk mendapatkan utang dari taipan media yang juga bos MNC Grup yakni Hary Tanoesoedibjo. Hingga berita ini diturunkan, baik pihak Bakrie maupun MNC yang coba dikonfirmasi merdeka.com, belum memberikan respons.

Utang dari Hary Tanoe jelas menambah panjang daftar utang yang membelit kerajaan bisnis Bakrie. Saat ini saja, berdasar laporan keuangan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), utang perseroan mencapai Rp 6,44 triliun.

Beban utang yang ditanggung Bakrie, mau tidak mau memakan korban. Siapa korbannya? Korban dari utang Bakrie adalah aset-aset besar bisnis kerajaan Bakrie. Termasuk antv yang digadaikan agar Bakrie bisa membayar utang pada kreditor asal Singapura, Credit Suisse. Utang Bakrie pada Credit Suisse yang totalnya mencapai USD 436,41 juta atau Rp 4,3 triliun, kini tinggal USD 336 juta atau Rp 3,3 triliun.

"Guna mengatasi beban utang yang berat serta memperbaiki kinerja finansial, aksi menjual aset-aset besar memang menjadi pilihan Grup Bakrie," tulis analisa KATADATA yang dikutip merdeka.com, Jumat (12/7).

Bakrie tidak hanya mengorbankan aset miliknya untuk melunasi utang pada Credit Suisse yang bakal jatuh tempo pada September 2013. Bakrie punya cara lain yakni menggunakan keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan saham mereka dan Pemprov NTB di PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Hal itu diakui langsung oleh Investor Relations PT Bumi Resources Mineral (BMRS) Erwin Hidayat.

"BRMS juga bisa melakukan pembayaran utang dengan dividen dari Newmont Nusa Tenggara," katanya beberapa waktu lalu. Sehingga, wajar jika saat ini beberapa pihak khawatir apalbila nantinya saham kunci Newmont sebesar 7 persen yang awalnya ingin dibeli pemerintah pusat, dialihkan ke pemerintah daerah.

Langkah ini diperkirakan bakal memakan korban lagi. Dalam hal ini Pemprov NTB. Tidak menutup kemungkinan Bakrie hanya memanfaatkan dividen dari Newmont untuk membayar utang. Pemprov NTB sendiri tidak bisa berbuat banyak dan hanya akan jadi korban. Sebab, saat ini Pemda tidak lagi memiliki saham di Newmont setelah Bakrie menggadaikan seluruh saham yang dimiliki PT Daerah Maju Bersaing (konsorsium Pemda NTB dan Bumi Resources) untuk mendapat utang dari Credit Suisse.

Pemda NTB pun sesungguhnya sudah menyadari telah menjadi korban. Alasannya, saham 24 persen yang dikuasai PT Daerah Maju Bersaing, sama sekali tidak menguntungkan bagi daerah.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa Fitra Rino pernah menuturkan bahwa laporan audit PT Bumi Resources memperlihatkan, deviden Newmont terlebih dulu masuk ke rekening perusahaan milik Bakrie baru berapa bulan kemudian di transfer ke rekening PT. Daerah Maju Bersaing (DMB). Selanjutnya, PT DMB baru mengalirkan dividen tersebut ke rekening Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Pemkab Sumbawa.

"Jelas di sini ada pelangaran prosedural. Seharusnya kalau sesuai prosedur, langsung ditransfer kepada PT DMB sebagai Pemegang saham 24 persen baru kepada Pemda," kata Fitra beberapa waktu lalu.




Artikel Lain :